♥rkavkavianty♥

assalamu alaikum

Selasa, 07 Februari 2012

Love Not Blind, Love Will Show You The Peaceful



Pengorbanan yang sesungguhnya bukan dilihat dari hasil yang didapat, namun dari cara meraihnya. Baik atau buruk hasilnya, jika itu dilakukan dengan keihklasan, dan kegigihan, tetaplah itu PENGORBANAN SESUNGGUHNYA ..

Kalimat di atas mengingatkan saya akan dia, seseorang yang saya cintai. Hingga saya tersadar akan sebuah pengorbanan yang sesungguhnya. Sebut saja Alya, wanita yang 2 tahun terakhir telah meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya. Penyakit yang tidak pernah saya duga akan merenggut nyawanya secepat itu. Di usianya yang 3 tahun lebih muda dibanding saya, Alya selalu berusaha membuat saya tersenyum, dan bahagia, meskipun memang terkadang caranya membuat saya tidak suka apa yang dia lakukan untuk saya. Padahal, apa yang dia lakukan ternyata semata-mata hanya ingin membuat saya bahagia dan menghapus air mata saya yang menetes, meskipun ia tak sanggup untuk menghapus dengan tangannya sendiri. Hanya dengan suara riangnya, ia berusaha membuat saya tersenyum kembali dan ingin ikut tertawa bersamanya. Memang memalukan, menangis di depan seorang wanita, padahal sejatinya, wanitalah makhluk yang rapuh, yang memang lemah dan cengeng. Dan lelaki makhluk yang kuat, secara fisik maupun batin. Bertugas sebagai pelindung wanita, dikala mereka lemah.

Namun tak dapat saya pungkiri, lelakipun dapat menangis. Dan ketika saya harus menangis di hadapannya, itulah air mata terjernih dan terjujur yang pernah saya luapkan dari satu pasang mata saya ini. Lelaki memang dirancang menjadi makhluk yang kuat, tetapi diciptakan juga sebagai makhluk yang bisa merasakan. Pernah saya menangis karna harus berpisah jauh dengannya. Puluhan mil memisahkan raga kami, namun kami tetap ingin bersatu untuk cinta yang telah lama kami bangun.

Suatu hari setelah hampir satu tahun kami menjalani hubungan LDR, minggu pagi sekali handphone saya berdering, rupanya Alya yang hanya sekedar iseng untuk mengucapkan selamat pagi dan jangan lupa sarapan untuk pagi ini. “Ah.. mengganggu waktu tidurku saja.” Dalam hatiku. Memang terkadang saat menerima pesan darinya aku hanya membaca dan tak lekas membalasnya. Saat itu mungkin aku telah membuatnya kesal. Apalagi saat ia sering menelpon hanya untuk mengingatkan aku untuk makan malam atau shalat 5 waktu. Padahal aku tahu, diapun tak disiplin sarapan pagi dan makan, karena itulah terkadang ia mengeluh kesakitan akan penyakit magg nya yang tiba-tiba kambuh. Yah, memang itulah yang aku lakukan ketika aku mendapatkan pesan darinya, hanya mengabaikan begitu saja. Bukan karena aku sudah tak cinta atau menyayanginya, namun memang terkadang itulah yang lelaki lakukan saat mereka sedang tidak mood untuk berinteraksi dengan wanita. Selain nyawanya yang belum terkumpul full, rasa lelah hinggap di tubuh kami, sehingga mungkin hormone untuk sekedar membalas pesan itu mungkin kami anggap hanya basa-basi. Padahal kami tahu, itulah yang namanya perhatian untuk seorang kekasih in the morning. Karena terkadang wanita akan berpikiran buruk ketika pesan atau telepon mereka tidak segera kami respon. Siang harinya biasanya aku sibuk dengan teman-temanku. Namun Alya hanya akan mengirim pesan “Selamat siang sayang, jangan lupa makan siang lho ya! Take Care!” ketika itu terkadang pesannya akan ku balas, namun hanya kubalas beberapa pesan saja, dan aku mulai sibuk lagi dengan temanku. Tapi dia tak pernah marah apabila tahu bahwa aku sedang bersama teman-temanku.

Dia pernah kesal padaku, ketika aku satu hari tak menghubunginya. Saat itu aku sibuk dengan pekerjaanku. Untunglah dia mau mengerti. Dia katakan bahwa dia khawatir, dan ingin aku ingat waktu makan dan shalatku. “Beruntungnya aku, wanita ini mau mengerti .” dalam hatiku.

Pernahkah dia cemburu padaku? Beberapa kali dia pernah merasa kesal, karena aku tak segera membalas pesannya, namun dia melihatku bernteraksi di dunia maya dengan wanita lain, yang saat itu memang sedang dekat denganku. Tapi, aku tak pernah ingin mengenal jauh wanita itu. hanya sekedar teman satu kerja saja. Namun rasa kesalnya akan segera hilang beberapa saat kemudian, dan akan mulai menyapaku kembali. Entah mengapa, dia memang terkadang terlihat aneh, dia kesal, namun akan selalu berusaha untuk berbicara padaku lagi, terkadang seolah menginginkan aku meminta maaf, memang itu yang ingin kulakukan, namun aku enggan melakukannya.

Begitulah kami, namun apapun, percayalah, kami saling mencintai..

Hingga pada suatu saat, hati ini diuji. Aku mulai terpikat pada wanita lain, yang tidak lain rekan kerjaku yang dahulu pernah satu kantor denganku. Kini kami memang dekat. Alya tak mengetahuinya, mungkin ia akan sangat marah dan tak kan memaafkanku jika ia tahu aku dekat dengan wanita lain, apalagi wanita itu adalah wanita yang sempat membuat ia cemburu. Dan pada suatu malam, saat itu hujan lebat, aku hendak pulang kantor, handphoneku berdering, dan kulihat ternyata satu pesan dari teman wanitaku. Sebut saja Tania, wanita yang akhir-akhir ini dekat denganku. “Selamat malam..” sapanya padaku. “hi, malem juga. Lagi apa?” jawabku, pesan darinya membuat aku urung untuk pulang, aku kembali duduk di kursi kerjaku. dan asyik menggenggam ponselku untuk sekedar balas pesan dari Tania. “aku masih di kantor, nunggu ujan reda, kamu?”

“aku baru mau pulang, mau bareng sama aku?” jawabku.

“boleh, aku harus nunggu kamu dimana?”

“tunggu di kantor aja, nanti aku jemput kesana, ok!”

“gak keberatan nih, ya udah deh, aku tunggu ya.. hati2 ya..”

“engga, kok, ok. See you..”

Setelah itu aku bergegas pulang untuk menjemput Tania di kantornya.

Di perjalanan…

“kamu gak keberatan jemput aku di kantor terus anterin aku ke rumah?” tanya Tania.

“ga apa-apa kok. Kebetulan kita kan searah.” Jawabku.

“cewek kamu gak marah emang kalo kamu jemput aku malem2 gini? Hehe”

Seketika itu aku langsung teringat akan Alya, dan pesannya tadi belum sempat aku balas, “sayang, mau pulang ya? hati2 di jalan ya.. sampe rumah bersihin lho itu badannya! Ok!”

“Ah…apa-apaan aku ini?” dalam hatiku.

Aku hanya terdiam saat Tania bertanya seperti itu. sesampainya aku di depan rumah Tania, dia sempat mengajakku untuk masuk kedalam dan beristirahat sejenak, namun aku menolaknya dan segera pulang.

Di perjalanan aku selalu teringat Alya. Aku merasa bersalah, telah melakukan hal ini semua. Aku tak jujur padanya. Aku tak bisa menjaga kepercayaan yang telah ia berikan. Akhirnya aku berniat membalas pesannya saat itu juga, tanpa harus menepi terlebih dahulu ke pingir jalan. Tanganku kananku sibuk memegang stang motor, dan yang kiri memegang handphone untuk segera membalas pesan dari Alya. Tak ku sadari, di depan ada mobil datang dari arah berlawanan. Badanku terlempar ke pinggir jalan, dan aku merasa kepala dan wajahku terbentur pada sebuah benda keras dan tajam.

Dua minggu sudah aku dirawat dirumah sakit, keadaanku kritis. Hingga akhirnya aku siuman, dan entah mengapa aku tak dapat melihat apa-apa. Semua yang ingin kulihat seolah menjauh dari pandanganku, gelap dan hitam kelam. aku hanya bisa mendengar suara-suara yang ada disamping badanku. Terdengar jelas suara wanita yang sepertinya sedang menangis dekat disampingku. Kucoba meraba-raba, dan ia menggenggam tanganku. Aku benar-benar bingung dan tak dapat melakukan apa-apa. Ku ambil genggaman tangan itu dank u cium aromanya, aku makin mengenalnya. Ya, aku mengenal tangan lembut itu, aromanya, dan jemarinya, membuat aku ingin semakin menggenggamnya terus menerus.

“Alhamdulillah, ya Allah.. kamu udah sadar.. aku disini.. aku jagain kamu.. aku gak akan pergi lagi, kok..” aku mengenalnya, sangat mengenal suara itu.

“Alya? Ini kamu? Alya, aku kenapa gak bisa lihat kamu? Aku kenapa gak bisa lihat wajah kamu, Ya? sayank, kenapa semuanya gelap? Tolong nyalakan lampu ruangan ini. Aku gak bisa lihat kamu,” aku terus meraba-raba tangannya dan teriak-teriak histeris karna tak dapat melihat.

‘Jesss..’ dan seketika dokter itu membuat aku tertidur kembali dengan obat biusnya agar aku tenang dan tidak histeris lagi untuk beberapa menit saja.

Setelah kurang lebih setengah jam kemudian, aku tersadar, dan mulai tenang. Alya tetap ada disampingku. Aku mencoba menggenggam tangannya. Alya membelai kepalaku, dan mengangkatku untuk bersandar.

“Alya, aku kenapa? Apa yang terjadi sama aku, Ya?”

“Kamu tenang ya, kamu harus kuat. Kamu gak papa kok. Aku yakin kamu bisa sembuh.” Alya begitu keras membuatku untuk tetap tenang sambil menyodorkan aku limun yang berisi air hangat.

Setelah akhirnya aku tau, bahwa aku mengalami kebutaan, karna saat itu mataku terbentur batu yang tajam.

Ingin sekali menjerit dan lari dari tempat ini. Ya Allah… ini semua hukuman dari-Mu.. aku menyesal telah berbuat salah pada seseorang yang sangat aku sayangi dan menyayangiku begitu besar dan apa adanya. Mengapa aku membalasnya dengan seperti ini?

Hari-hari kujalani sebagai lelaki buta. Aku buta penglihatan dan juga aku merasa buta akan cinta. Kalau saja aku tak berniat untuk bermacam-macam dibelakang Alya, aku pasti sudah ada dihadapan Alya dan menatap wajahnya yang penuh senyum. Kini aku hanya bisa merasakan jemarinya, pelukannya yang hangatkan tubuhku. Setiap hari dia merawatku, disuapinya aku bubur, buah-buahan, makanan ringan.

Hingga siang itu, dia mengajakku jalan keluar, betapa besar hatinya dia mengajaku jalan bersama, sedangkan keadaanku sekarang tak seperti orang lain yang bisa jalan sendiri tanpa harus dituntun dan memakai tongkat. Aku menikmati udara segar di sebuah tempat, kurasa itu taman. Ingin aku bisa melihat bunga dan mencoba memetiknya dan kuberikan untuk Alya, seperti yang biasa kulakukan untuk mencoba membuatnya tersenyum dengan setangkai mawar putih.

“Kamu tau engga ini dimana?” tanya Alya.

“taman ya?” jawabku sembari tersenyum kecil.

“iya, ini taman, tempat dimana 4 tahun lalu kamu ungkapkan perasaan kamu sama aku.”

“mungkin aku engga bisa lihat lagi tempat ini, tapi aku akan selalu ingat saat-saat itu, Ya. aku gak pernah lupa waktu dimana kamu mengizinkan aku untuk memiliki kamu seutuhnya sampai sekarang, terimakasih ya, sayank..” sambil menggenggam tangan Alya.

“Aku juga makasih karna kamu udah mau jagain aku selama ini. I just want to ask something, may I?”

“anything..”

“Do you love her? Seseorang yang ‘mungkin’ sedang dekat sama kamu akhir-akhir ini.”

Ya Tuhan.. apa Alya sudah tahu bahwa aku kecelakaan karna habis mengantar Tania pulang, malam itu? Dengan perlahan kucoba jawab pertanyaannya.

“Ya.. maafin aku karena selama ini aku gak jujur sama kamu. Tapi bukan karena aku udah engga sayang sama kamu. Percayalah, aku masih menyangi kamu. Forgive me, please… just for me.. please.. Im so sorry..” aku menggenggam tangannya dan hendak berlutut, namun Alya segera mengangkat badanku dan langsung memelukku.

“Kamu engga tau, bagaimana rasanya khawatir begitu panjang. Rasanya ditingal lama oleh seseorang yang kamu sayang, kan? Aku percaya kamu, koq, aku udah maafin kamu, aku tahu kamu melakukan ini semua karena ada alasannya. Dan itu semua karena aku. nothing to blame the people who falling in love!”

Aku hanya terdiam dan meneteskan air mata kembali.

“Sekarang aku Cuma pengen kamu izinkan aku satu hal.”

“Apa?” tanyaku.

“Izinkan aku memberikan kedua bola mataku untuk kamu. Aku ingin kamu bisa melihat kembali. Aku ingin kamu seperti sedia kala. Boleh kan? Please…”

Hatiku begitu terenyuh mendengar apa yang Alya ucapkan. Tidakkah dia berfikir, aku seperti ini karena kesalahanku juga, kesalahanku padanya yang telah menyakiti hatinya. Namun mengapa Alya masih saja ingin berkorban untuk aku? dan ini bukan pengorbanan yang main-main, ini soal hidup dan matinya. Aku hanya menangis, dan menggenggam tangannya, aku memeluknya, begitu cintanya dia kepadaku, sehingga jiwanyapun tak ia pedulikan demi ingin membuat aku bisa melihat kembali.

“What do you thinking, dear? Ini hukuman dari Tuhan, karena aku sudah menyianyiakan kamu. Tapi kenapa sekarang kamu berbesar hati untuk memberikan kedua matamu untuk aku? jika memang aku boleh memilih, aku lebih baik buta, namun hatiku tidak, asalkan aku berada di sisimu selalu, Ya..”

“Apa kamu malu, punya pacar yang buta seperti aku? Ya, aku ikhlas kalo kamu mau cari yg lain, karena aku udah bener-bener gak pantes buat kamu,” aku meneruskan.

“Aku gak pernah malu dengan apapun keadaanmu, jadi tolong, jangan tanyakan alasan apa yang memotivasi aku untuk melakukan ini, karena kamu pasti sudah tau. So, im begging you.. please, let me do it, ok?”

Entah apa yang bisa kulakukan, hingga beberapa hari kemudian, aku baru bisa menjawab apa yang Alya inginkan selama ini untuk mendonorkan matanya kepadaku.

“Aku akan mengizinkan kamu untuk melakukan ini, tapi ada satu syarat.”

“Apa?” tanyanya penasaran.

“Tolong, menikahlah denganku, karna aku hanya ingin mata ini digunakan setiap harinya untuk memandang seseorang yang aku sayang, menjadi miliku seutuhnya dan selamanya. Aku mohon jangan menolak ini.”

“Just wait that moment, and I’ll be ready to be your wife, your soulmate, your couple forever. I promise.” Jelas Alya.

Hari itu tiba, operasi pencangkokan itu dilaksanakan di luar negeri. Detik-detik sebelum lampu terang itu dinyalakan di atas wajahku dan wajah Alya, dan kami didekatkan, dokter mengatakan sesuatu kepada kami.

“Jangan cemas ya, berdo’a selalu, hal ini memang tidak mudah, tapi kami akan selalu berusaha yang terbaik untuk kalian.”

Semua telah dimulai, obat bius itu sudah mulai bekerja untuk membuat kami tak sadar. Hingga akhirnya,…

“Alya, ini aku sayang,” aku menggenggam tangan Alya yang sedang berbaring dan sepertinya dia merasakan hal yang dulu pernah kurasakan. Kini aku bisa melihat kembali, Alya masih tetap manis dan cantik. Tak kusangka akhirnya aku bisa melihat wajahnya lagi.

“Iya, ini kamu?” dia meraba-raba wajahku. Aku lalu memeluknya, tak kuasa aku menahan perasaan haru, namun menyedihkan melihat ia harus menjadi seseorang yang tak kan ada seorangpun yang menginginkannya.

“Aku gak tahu harus bilang apa, yang jelas, kalau memang kamu ikhlas sudah melakukan ini semua, izinkan aku meminang kamu, Ya.. aku ingin mata kamu ini bisa melihat diri kamu juga.”

“Kekurangan di hidup aku itu hanya jika kamu hilang dari sisi aku. Aku siap menjadi istri kamu.”

Tiga minggu sebelum hari H dilaksanakan, aku berniat hendak menjenguk ke rumahnya. Dia yang sedang mendengarkan music di ruang tengah bersama 1 orang kakaknya, terlihat anggun dengan dress putih yang ia kenakan saat itu. Entah mengapa, rasanya aku agak heran ia menggunakan dress itu. tapi aku hiraukan perasaan mengganjalku dengan langsung menghampirinya dan memuji akan kecantikannya dengan dress itu.

“Selamat sore..” ku kecup keningnya, tak peduli ada kakaknya saat itu.

“Sore juga,” jawabnya dengan senyuman yang begitu manis.

“Kamu cantik sore ini dengan dress ini.” Kataku.

“Iya tuh, dia yang mau pake dress itu, katanya kangen sama dress itu.“ kakaknya meledeknya.

Aku hanya tersenyum, dress itu adalah dress yang ia pakai saat dia pertama kali kencan denganku saat kami sudah jadian.

“iya, dress ini juga ada sejarahya.” Sambil mencoba menggenggam tanganku dan tersenyum, dan lalu mengajak aku duduk disampingnya.

Namun tiba-tiba Alya terlihat lemas dan terus memegangi perutnya, dan pingsan kemudian.

Kami membawanya ke RS terdekat. Sempat dirawat selama 6 hari, dan setelah itu….

“Yank.. aku cuma ingin tidur. Jaga diri kamu baik-baik ya.. jangan tinggal shalat.. aku akan selalu menunggu kamu. I love You..” dan matanya pun terpejam untuk selamanya.

Penyakit magg telah merenggut nyawanya, sudah mencapai ‘kronis’ dokter menjelaskannya.

Tak akan pernah terlupakan dan tak akan aku lupakan.. semua yang sudah kita lalui, semua yang telah dia beri, termasuk mata ini. Aku berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan menjaga mata ini..

Tetaplah menjadi bintang yang terang disana, sayank.. kita akan bertemu di surga nanti..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

coment here