Siang itu di lintas jalan kota Bandung, tempat para pengamen berkumpul. Mereka (pengamen) sedang asyik berkumpul-kumpul di pinggir jalan untuk istirahat sejenak, mungkin sekedar mengumpulkan kreativitas, tenaga, dan suara-suara merdu untuk menghibur lagi para pelewat jalan yang lain, yang akan memberi sedikit receh untuk mereka (pengamen).
“Geus beunang sabaraha poe ieu, San?” tanya Koji, teman dari Ikhsan yang saat itu baru selesai mengamen. “Lumayan lah. dalapan rebu.” Jawab Ikhsan dengan logat sunda yang agak kasar namun tetap biasa saja apabila dibicarakan dengan teman sebayanya. “Hareudang, euy..!” keluh Ikhsan. “Biasana oge kieu, euy! Ke gera, peuting, moal hareudang. Tiis. komo deui ayeuna usum hujan. Lamun hayang hareudang pas peuting, ngamenna di saritem.” Cetus Koji sambil tertawa mengakak yang memang terkadang bicaranya agak sembrono. “hayu lah. kaditu! Carekan si Onoy ke arurang!” ajak Ikhsan sembari berdiri mencoba mengajak Koji lanjut mengamen. Akhirnya mereka melanjutkan untuk mengamen, karna takut Onoy, sebagai mandor pengamen mereka, memarahi mereka karna hasil ngamen yang sedikit. Mereka (Koji dan Ikhsan) bersahabat. Mereka termasuk pengamen baru, Koji, seorang anak laki-laki yang ditinggal cerai oleh ayah dan ibunya. Sedangkan Ikhsan menjadi anak broken home karna ayahnya yang sudah lama tak pernah pulang. Dan kini ia hanya tinggal dengan ibunya.
Siang itu, seperti biasa Ikhsan ngamen di lintasan kota, pemberhentian lampu lalu lintas di kota Bandung. Ia memilah milih angkutan umum terlebih dahulu, dimana angkutan yang penuh, adalah sasaran hiburannya. Saat itu sasarannya mobil angkutan jurusan Dago. Seperti biasa, dia memainkan gitarnya dan bernyanyi di tepi pintu mobil angkutan. Dan saai itu, di sebelah kanan mobil terlihatnya seorang wanita berjilbab yang cantik nan anggun. Akhirnya Ikhsan menggodanya, ia menyodorkan tempat uang yang terbuat dari tempat bekas minuman. Sayangnya wanita itu tidak memberinya sepeser uangpun pada Ikhsan. Namun, Ikhsan tetap menyodorkan tangannya sambil genit agak menggoda wanita itu, tetapi akhirnya wanita itu marah pada Ikhsan karena kesal, “hey, kamu the enggak tau, saya udah bilang punten-punten dari tadi, kalahkah tetep minta uang!” jelas wanita itu, dan akhirnya Ikhsan turun dari mobil. Wanita itupun turun dari mobil dan pindah ke angkutan yang lain karena kesal. Namun Ikhsan, karena penasaran dengan wanita itu, ia mengikuti mobil angkutan wanita itu hingga wanita itu turun di depan Kampus Universitas di Bandung.
“Hey, neng, siapa ih namanya? Jangan galak-galak atuh.. da saya mah cuma ingin kenal..” Ikhsan mendekati dan mengikuti arah jalan wanita itu.
“kamu the ingin kenal sama saya?” tanya wanita itu.
“iya, atuh.. kalo boleh mah, pingin sekalian minta nomor HPnya.. boleh kan?” jawab Ikhsan.
“Aku Ikhsan, teteh namanya siapa?” Ikhsan memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan.
“Aku Anisa. Kamu suka shalat gak? Bisa ngaji gak? Kalau mau berteman sama saya, harus bisa shalat, bisa ngaji.” jelas Anisa.
Ikhsan hanya diam saat Anisa memberi syarat seperti itu, namun ia bertekad dalam hatinya, bahwa ia akan belajar shalat dan mengaji.
Keesokan harinya, Ikhsan yang sedang beristirahat di pinggir taman kota bersama Koji.
“Ji, kamu punya kenalan guru ngaji gak?” tanya Ikhsan pada Koji.
“guru? Guru ngaji? Keur saha, San?” tanya Koji.
“keur urang.” jawab Ikhsan.
“teu salah kamu the, San? Hayang diajar ngaji.” Ledek Koji.
“serius, nih..aku pengen belajar ngaji sama shalat, kamu bisa kan, ajarin aku shalat?” tanya Ikhsan pada Koji. Namun Koji saat itu hanya tertawa, ia tak menyangka sahabatnya itu ingin belajar shalat dan mengaji.
“bisa, bisa,.. wani piro??” ledek Koji.
Akhirnya Ikhsan belajar shalat dan mengaji pada Koji.
Beberapa hari kemudian, Ikhsan seperti biasa mejeng di pangkalan ngamennya. Ia menunggu angkutan kota yang biasa ditumpangi Anisa. Satu per satu mobil angkutan kota ia lihat, hingga siang, akhirnya ada angkutan kota yang ditumpangi Anisa, wanita anggun nan shaleh yang ia incar beberapa hari ini. Ikhsan masuk kedalam mobil itu, dan ia bertemu Anisa. Setelah sampai di depan kampus, Anisa pun turun, Ikhsan pun ikut turun.
“ih, ngapain kamu the ngikutin saya tadi?” kata Anisa tetap dengan agak sinisnya.
“Teteh, aku sekarang bisa ngaji, bisa shalat.” Balas Ikhsan dengan sikap PDnya.
“Surat apa? Coba bacain!” Anisa menyuruhnya untuk membacakan surat yang sudah ia bisa baca. Benar saja, Ikhsan membaca surah Al-fatihah dengan fasih meski baru belajar mengaji.
“bisa kan, the? mana atuh nomor HPnya?” kata Ikhsan setelah selesai mangaji di depan Anisa, dan Anisa akhirnya memberi nomor Hpnya.
Semenjak saat itu, mereka menjadi teman yang sangat akrab. Mereka sudah bisa saling mengerti satu sama lain, bahkan kini Ikhsan sudah bekerja di sebuah swalayan berkat bantuan Anisa. Kini Ikhsan tidak menjadi pengamen lagi. Ikhsan kini bisa mengaji, shalat, dan penampilannya tidak semerawut seperti dulu saat menjadi pengamen. Dan kini, sangking dekatnya, ternyata mereka saling jatuh cinta. Hingga suatu hari, Ikhsan mengajaknya jalan, dan ia menyatakan cinta pada Anisa.
“Sa, kamu teh beneran ga punya pacar atau temen deket yang lagi kamu incar, gitu?” tanya Ikhsan pada Anisa.
“emang kenapa gitu?” tanya Anisa kembali pada Ikhsan.
“aku the naksir sama kamu. Mau gak jadi pacar Ikhsan?”
“pacar? Nisa mah pengen langsung menikah aja, udah bosen ah pacaran.” Jelas Anisa.
“kenapa? Disakitin terus? Biar aa yang urus kalau kamu disakitin sama cowok lain mah!” kata Ikhsan dengan sifat kocaknya sambil menepuk-nepuk dada seperti berlagak sang pembela. Namun seperti biasa, Anisa hanya tertawa melihat kocaknya Ikhsan.
Beberapa kali Ikhsan menyatakan cintanya pada Anisa, namun tetap Anisa memberi jawaban yang sama.
Hingga beberapa tahun kemudian, Ikhsan yang baru diangkat menjadi Supervisior di sebuah swalayan besar, ia melamar Anisa yang baru menyelesaikan skripsi program S1. Siang itu Ikhsan dan Anisa seperti biasa menunggu adzan ashar di menara kembar di Masjid Agung alun-alun Bandung.
“Nis, berapa kali yah kita the kesini? Masih inget gak, cing berapa kali?” Ikhsan mencoba basa-basi sedikit sambil bercanda seperti biasa.
“hmm…5 kali lebih meuren yah?” jawab Anisa sambil tersenyum lebar.
“iya, 5 kali juga cinta Ikhsan the ditolak. Kali ini, Isan mah pengen nyatain cinta, tapi sekaligus kasih ini.” Ikhsan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku celananya. Dan ternyata di dalam kotak itu adalah cincin.
“Nis, kamu mau gak, jadi istri aku? please, kali ini kamu gak boleh nolak. Isan sayang sama kamu, kita udah lama kan deket. Isan juga udah lama sayang sama kamu.” Jelas Ikhsan.
“hmm..Isan dateng aja ke rumah kalau emang ingin dapet jawaban itu.” Jawab Anisa.
“yahh…tapi gak ditolak kan? Aa H2C kalo gini mah..” Ikhsan yang agak kecewa dengan jawaban Anisa. Namun ia tetap positif thinking pada apapun yang akan Anisa jawab atas pernyataannya.
Keesokan harinya, Ikhsan ke rumah Anisa, mereka sempat mengobrol basa-basi di beranda rumah. Ikhsan pun menanyakan jawaban atas pernyataannya kemarin pada Anisa.
“Nis, jadi gimana? Jawaban yang kemarin??” tanya Ikhsan.
“oia. Hmm.. mendingan kamu minum dulu deh, biar lega denger jawaban dari akunya.” Anisa menyuruh Ikhsan meminum secangkir the yang sudah Anisa suguhkan padanya.
Saat mengangkat tatakan cagkir, ada secarik kertas di bawahnya.
“ini apa, Nis?” tanya Ikhsan.
“buka aja!” dengan senyuman Anisa menjawabnya.
Akhirnya Ikhsan membuka lipatan kertas itu. Dan ternyata isinya adalah jawaban atas ungkapannya pada Anisa. Anisa menerima lamarannya.
“Nis, makasih.. makasih.. nuhun pisan, Nis.. aku sayang sama kamu.. makasih mau jadi istri.” Belum selesai Ikhsan mengungkapkan kata-kata terimakasihnya, Anisa menghelanya. “calon, belum jadi istri..kan menikahnya juga belum..” tangkas Anisa.
Satu bulan kemudian, mereka menikah.. dan selanjutnya mereka hidup bahagia. Satu tahun setengah kemudian, pasangan rumah tangga mereka dikaruniai satu anak laki-laki, akhirnya mereka hidup sakinah, mawadah, warohmah..
Sekian cerita pendek yang saya ambil dari kisah nyata.. semoga jadi penuntun Ukhwan-Ikhwan untuk mencari cinta yang sesungguhnya.. amin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
coment here